Peninggalan Mbah Guru Sulaiman Singonegoro, Bangunan Mengandung Makna

Masjid Nurut Taqwa di Pegandon, Kendal, Jawa Tengah, memiliki sejarah keberadaannya yang terkait dengan Tumenggung Bahurekso, tokoh Kerajaan Mataram Islam. Ia pernah menyerang Batavia untuk mengusir Kompeni Belanda. Meski akhirnya prajurit Mataram mengundurkan diri, beberapa pengikut Tumenggung Bahureksa sempat berdakwah di daerah Pegandon, termasuk Kiai Jumerto, Kiai Jebeng, Kiai Srogo, Kiai Puguh, dan Kiai Ploso. Tumenggung Bahurekso juga membangun bui (penjara) di selatan masjid.


Menurut Kiai Haya', Masjid Nurut Taqwa lebih tua dari Masjid Kramat Pekuncen yang dibangun oleh Sunan Bewono. Kiai Haya' juga menceritakan bahwa Tumenggung Bahurekso dikenal dengan sebutan Mbah Sulaiman atau Bahurekso atau Singonegoro bin Merah bin Batoro Katong (Sunan Katong).

Meskipun sudah beberapa kali renovasi, masjid ini masih memiliki keistimewaan, seperti meskipun terjadi banjir besar, air tidak pernah menyentuh masjid. Kiai Haya' juga menceritakan peringatan Mbah Sulaiman untuk tidak meninggikan masjid agar tidak terendam air jika banjir. Namun, peringatan itu tidak diindahkan dan banjir sering mengganas lewat Sungai Bodri.

Masjid Nurut Taqwa memiliki makna penting bagi warga setempat dan memiliki sejarah yang sangat kaya.

Wah, Masjid Nurut Taqwa ternyata sudah banyak sekali melalui pemugaran. Dikabarkan, pemugaran besar-besaran terakhir dilakukan pada tahun 1950 dan 2006 lalu. Saat ini, masjid ini masih dalam tahap pembangunan untuk menambah fasilitas ibadah.

Konstruksi bangunan aslinya sudah sangat lemah, jadi bentuk asli masjid ini sudah tidak diketahui. Namun, dari beberapa benda yang ditemukan di lokasi saat pemugaran, diperkirakan awalnya masjid ini hanya berupa langgar dengan ukuran kecil.

Nama "Nurut Taqwa" sendiri merupakan pemikiran dari masyarakat sekitar sebagai identitas masjid. Awalnya, masjid ini hanya dikenal sebagai Masjid Jami' Penanggulan. Dikatakan masjid ini didirikan pada saat Tumenggung Bahurekso menyerang Batavia untuk mengusir Kompeni Belanda ketika Mataram dikendalikan Sultan Agung.


Walaupun sudah tidak berbentuk asli, beberapa benda asli masjid ini masih disimpan di samping tempat pengimaman. Seperti Al-Qur'an yang ditulis tangan, kubah dari tanah liat, dan kayu-kayu asli dari bangunan masjid. Rencananya, benda-benda ini akan dibuat menjadi museum.

Masjid Nurut Taqwa yang baru memiliki arsitektur yang mengandung makna ajaran Islam. Tiang-tiang dalam sebanyak delapan menggambarkan tiang di Arsy, dan enam tiang di teras menggambarkan enam pokok iman. Ada sembilan pintu yang menunjukkan jumlah walisongo, penyebar Islam di Jawa. Kubah atas memiliki 25 jendela yang mewakili jumlah nabi yang wajib dihapalkan.